6 Rekomendasi Kamera Mirrorless Untuk Pemula
Yang perlu kamu tahu dari kamera mirrorless saat ini adalah
hasilnya sudah relatif baik. Dari model yang paling mahal maupun paling
murah, hasil fotonya tak akan berbeda jauh. Tentu saja dengan catatan ukuran
sensor yang sama.
Untuk bahasan kali ini, saya akan coba bahas kamera
mirrorless dengan mengambil contoh tipe yang paling murah. Untuk catatan saja, saya adalah pengguna Fuji X dan micro
4/3. Harga adalah plus lensa kit diambil dari toko-toko online pada Juli 2016
dan 1 USD = Rp 13.100
1. Canon EOS M10 ( ± 6 jt rupiah)
EOS M10 |
Hasil fotonya mirip seperti kakak-kakak DSLRnya (700d, 70d). Namun, pengoperasiannya bisa dibilang lambat. Entah dari kamera atau lensanya yang memang lambat.
Apalagi kalau indoor, lebih sering tidak fokusnya daripada waktu fokus.
Tapi kalau kamu terbiasa dengan DSLR canon, kamu nggak akan bisa membedakan hasilnya. Buat video pun bagus (asal kamu jago untuk manual fokus, hehe)
Kamera ini punya resolusi 18 Megapixel dengan sensor yang nampaknya tidak jauh berbeda dengan kamera 18 Megapixel canon yang pertama kali keluar (EOS 550d, tahun 2010, gile lu ndro).
Untuk videonya canon EOS M10 hanya bisa maksimal full HD 1080 pada 24p, 25p, dan 30p.
LCD nya bisa berputar 180 derajat ke depan untuk selfie.
Hingga saat ini, Canon (dan Nikon) sebagai pemain besar di DSLR sepertinya tidak ingin mengkanibalkan penjualan DSLR-nya sehingga mereka membuat mirrorless ini seperti tidak niat. Bayangkan, canon EOS M pertama diluncurkan tahun 2012, namun sampai saat ini hanya berapa lensa yang ia luncurkan?
Ambil kamera ini jika kamu fans berat canon dan tidak berminat beralih ke lain hati.
Sejujurnya saya tak terlalu merekomendasikan mirrorless canon untuk saat ini.
2. Olympus E-PL7 ( ± 8 jt rupiah)
E-PL7 |
Saya pengguna Olympus sejak lama. Karakteristik Olympus dari tipe high end ke low end hasil fotonya adalah sama saja. Yang membedakan hanya beberapa fitur dan yang jelas build qualitynya. Secara pengoperasian, autofocus misalnya, kamu tidak akan menemukan perbedaan yang signifikan antara E-M1 (versi flagship seharga 16 jt ++) dan E-Pl7 ini.
Karena sensornya lebih kecil, otomatis lensanya jadi lebih imut. Noisenya lebih banyak? Iya, memang. Tapi tidak banyak-banyak amat kok.
Olympus dan Panasonic punya satu standard yang bernama micro 4/3. Jadi, mereka punya mounting lensa yang sama. Lensanya pun beragam. Jumlahnya sudah hampir mencapai 100 buah lensa yang bisa kamu pilih, termasuk dari third party seperti merk samyang, sigma, dll.
Dengan sensor 16 MP yang cukup besar, body nya terasa sangat ringan. LCD nya yang flip ke depan untuk selfie berputar lewat bawah, membuat repot jika digunakan berbarengan dengan tripod.
Sebagai catatan, ukuran aspect ratio dari kamera Olympus dan Panasonic adalah 4:3. Jika kamu ingin menggunakan 3:2 seperti DSLR pada umumnya, otomatis bagian atas dan bawah lensa akan dipotong.
Saya (pernah) punya olympus E-M5 dan E-M10 dan sangat puas dengan hasilnya. Hasil warnanya sangat colorful, mirip nikon.
Fitur utama Olympus yang paling saya suka adalah stabilizer di sensornya. Jadi, lensa apapun yang kamu masukan (even pakai adaptor) akan menjadi stabil. Bisa pakai slowspeed sampai 1 detik tanpa tripod!
Kamera ini sangat saya rekomendasikan. Coba lihat hasil fotografi jalanan kawan saya kang Sambara yang pengguna EPL-7.
Sebagai catatan saja : Dari 7 buah kamera + lensa Olympus saya, 4 diantaranya pernah masuk service. Dan pengalaman saya service dengan Olympus di Indonesia agak kurang memuaskan. Selalu saja kehabisan spare part dan memakan waktu hingga 2 bulan lebih. Olympus perlu perhatikan quality control-nya dan tentu saja after sales-nya. Dan sepertinya entah mengapa harga olympus di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan harga di luar negeri saat dikonversi ke rupiah.
Kamera ini sangat saya rekomendasikan. Coba lihat hasil fotografi jalanan kawan saya kang Sambara yang pengguna EPL-7.
Sebagai catatan saja : Dari 7 buah kamera + lensa Olympus saya, 4 diantaranya pernah masuk service. Dan pengalaman saya service dengan Olympus di Indonesia agak kurang memuaskan. Selalu saja kehabisan spare part dan memakan waktu hingga 2 bulan lebih. Olympus perlu perhatikan quality control-nya dan tentu saja after sales-nya. Dan sepertinya entah mengapa harga olympus di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan harga di luar negeri saat dikonversi ke rupiah.
3. Panasonic GF8 ( ± 7 jt rupiah )
GF8 |
Saya belum pernah coba kamera ini, tapi pernah mencoba GF7. Tak jauh berbeda dengan E-PL7, kamera ini masih beauty-selfie-centric namun Panasonic terkenal dengan kualitas videonya yang cukup baik.
Kalau untuk foto, saya pilih olympus. Tapi kalau video, tentu panasonic. Tapi, panasonic punya kerjasama dengan Leica yang menjadikan beberapa lensanya sangat ‘leica’ alias mahal. Tapi sangat worthed dengan kualitaasnya kok. Sebut saja panasonic nocticron 42.5 f/1.2 yang bokehnya luar biasa untuk sensor sekecil panasonic.
Panasonic nampaknya kurang gencar marketingnya di Indonesia jadi tak terlalu terdengar.
4. Fujifilm X-A2 (± 8 jt rupiah)
Saya juga pengguna Fujifilm, tapi saya kurang suka dengan jajaran kamera low end mereka ini. Berbeda dengan Olympus yang tidak mengurangi ‘tenaga’ pada kamera kelas bawahnya, Fuji nampaknya memangkan prosesor dan RAM kamera ini sehingga terasa agak nge-lag saat digunakan.
Untuk warna, saya akui sangat baik. Apalagi buat kamu pecinta JPEG, fotonya langsung terasa cakep dan minta langsung di print atau diupload ke Instagram! Coba dilihat hasil foto saya saat memotret sebuah wedding.
Build qualitynya sangat plasticky sekali dan terkesan murahan.
Namun saya sangat suka lensa fuji. Mereka punya line up lensa prime yang sangat baik. Sebut saja 16 1.4, 23 1.4, 35 f/2, 56 1.2 dan lain-lainnya. Bahkan, alasan saya membeli fuji hanya karena saya jatuh cinta pada lensa 16 1.4-nya. Lensa ini sangat tajam, setajam silet, hingga merobek-robek dompet saya. Tapi, ya, sudah terlanjur cinta, mau bagaimana? :’)
Saran saya kalau ingin ambil fuji, coba step up ke X-T10, dijamin bakal lebih asik.
Oh iya, untuk sementara ini, lupakan saja kalau fuji punya fitur video recording. Kecuali untuk Fuji X-T2 yang akan launching sebentar lagi.
5. Samsung NX3000
Kabarnya sih, samsung sudah mulai meninggalkan bisnis kamera mirrorless. Jadi sebaiknya dihindari.
Tapi, samsung punya line up kamera yang sangat baik, seperti NX1 yang punya fitur jauh lebih canggih daripada rival-rivalnya. NX3000 juga cukup bagus kok. Saya pernah punya dan review-nya ada disini.
6. Sony A5100 ( ± 8 jt rupiah )
Sensornya bagus, 24 megapixel, ada touchscreen, LCD bisa kedepan, video bisa 1080p 60/50/24 fps, ada wifi dan NFC.
Untuk performanya, walaupun masih dibawah kecepatan Olympus dan Panasonic, A5100 masih cukup baik. Karena ada phase detection, AF continous sony paling bisa digunakan dari mirrorless lain.
Lensanya-pun lumayan lengkap, walaupun yang versi Sony-Zeiss harganya selangit.
Saya suka semua aspek dari kamera ini kecuali : hasil warna fotonya! Ini selera saja sih, tapi entah mengapa saya kurang sreg dengan warna sony yang terlalu ‘digital’
—
Hasil foto lebih berpengaruh dari lensa daripada kamera. Jadi saran saya sih, kalau kamu punya budget mepet, lebih baik beli kamera yang murah saja tapi lensa yang agak bagus.
Apapun kameranya, yang penting man behind the gun ya? Hehe. Kalau ingin yang lebih murah, kamu bisa beli tipe sebelumnya, bahkan yang second hand. Waktu saya main ke sebuah toko kamera, ada stok sony A5000 (generasi sebelum A5100) dengan harga hanya 5 juta rupiah termasuk lensa. Atau bisa juga beli bekas, karena banyak orang yang ingin upgrade ke model baru dengan menjual kamera lamanya terlebih dahulu.
Jadi, apa kamera pilihan kamu?
Terima kasih!
*Foto produk diambil dari masing-masing official website
Sumber : http://wiranurmansyah.com/
Komentar
Posting Komentar